Sejarah Desa
SEGOROYOSO - Segarayasa memiliki sejarah panjang yang erat hubungannya dengan eksistensi Kerajaan Mataram. Segayarasa merupakan bagian dari ibukota Mataram yang kala itu berpusat di Pleret setelah sebelumnya berada di Kerta dan Kotagede.
Sebelum berbicara lebih jauh menyangkut berbagai peristiwa penting dan bersejarah terkait Segarayasa, ada baiknya penulis lebih dulu menjelaskan soal alasan penulisan Segarayasa. Bukan Segoroyoso.
Ini karena penulisan yang lebih tepat, sesuai dengan kaidah nglegena aksara Jawa, untuk nama Desa Segoroyoso adalah Segarayasa. Penulisan aksara HA sebagai O di ejaan Bahasa Indonesia mengakibatkan berubahnya penulisan yang seharusnya Segarayasa malah menjadi Segoroyoso.
Segara berarti laut dan yasa berarti buatan. Segarayasa berarti laut atau perairan yang diciptakan secara sengaja. Segarayasa merupakan danau buatan yang membendung aliran Sungai Opak.
Dalam perjalanan waktu, ada tiga peristiwa penting yang berkaitan dengan Segarayasa, Desa Segarayasa dan Pemerintah Desa atau Kalurahan Segarayasa yang penulis urai sebagai berikut:
- Tanggal 7 Juli 1659
Ini merupakan momentum saat Raja Mataram Susuhunan Hamangkurat Agung atau Amangkurat I meresmikan pembangunan istana di atas air yang kemudian dinamakan Hastana Segayasa setelah memindahkan ibukota Mataram dari Kerta ke Pleret. Inilah awal nama Segarayasa muncul didasarkan dari daghregister atau catatan harian Belanda serta Babad Sengkala pada 7 Juli 1659.
Amangkurat I merupakan putra dari Susuhunan Agung Hanyokrokusumo atau Sultan Agung Hanyokrokusumo. Saat memutuskan memindahkan ibukota negara (IKN) dari Kerta ke Pleret, Amangkurat I gencar mengadakan pembangunan infrastruktur. Setelah tembok keliling keraton dan istana, Susuhunan Amangkurat I menghendaki pembangunan diperluas. Salah satunya membangun bendungan dan danau buatan.
Bendungan itu dimanfaatkan untuk irigasi pertanian. Mataram merupakan negara yang bertumpu pada sektor agraris. Mataram menjadi salah satu negara pengekspor beras dan palawija. Amangkurat I menyadari pentingnya menjaga kedaulatan pangan. Baginya, pangan berhubungan erat dengan kedaulatan sebuah bangsa.
Sungai-sungai yang mengitari Istana Plered kemudian dibendung. Seperti Sungai Opak, Sungai Winanga, dan Sungai Gajahwong. Pembangunan bendungan dibarengkan dengan danau. Raja ingin memiliki bangunan indah di atas air. Amangkurat I ingin punya keraton di atas segara (danau). Awalnya, bendungan dibangun di sisi selatan dan timur. Kemudian diperluas sebelah timur alun-alun. Dua tahun kemudian air yang mengalir bukan hanya dari selatan dan timur. Namun juga dari utara dan barat.
Pembangunan melibatkan lebih dari 350 ribu orang tenaga kerja. Pembangunan dinyatakan rampung pada 1663. Saat meresmikan proyek pembangunan istana di atas air itu, Amangkurat I memberinya nama Hastana Segarayasa. Artinya istana di atas danau buatan.
Segarayasa tak sekadar istana di atas air. Danau buatan itu kerap dimanfaatkan latihan perang angkatan laut Mataram. Di balik pembangunan Segarayasa ada visi besar raja. Amangkurat I ingin menjadikan Mataram negara maritim yang utuh, tangguh, dan ampuh.
Dari penuturan lisan masyarakat Segarayasa memberi keterangan saat danau Segarayasa dalam proses penggarapan, Sultan Agung ayah Amangkurat I sering memantau dari sebuah bukit yang disebut Gunung Rasawuni, yang terletak di selatan Kali Opak. Di sana terdapat sebuah batu pipih yang sering ia gunakan duduk sehingga disebut sela amben.
- Perjanjian Klaten 27 September 1830
Perjanjian Giyanti 13 Februari 1755 yang membelah Mataram menjadi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta dalam perkembangannya mengalami amandemen melalui Perjanjian Klaten 27 September 1830 usai Perang Diponegoro 1825-1830.
Luas wilayah Kasultanan mengalami penyusutan. Tinggal di selatan Gunung Merapi (Mataram) dan Gunungkidul. Wilayah Kasultanan itu masih dikurangi Enclave Kasunanan yang berada di Kotagede dan Imogiri serta Enclave Mangkunegaran di Ngawen, Gunungkidul ditambah Enclave Pakualaman di Kecamatan Pakualaman dan Adikarto (selatan Kulonprogo).
Enclave Kotagede Surakarta terbagi tujuh desa yang masuk wilayah Kapanewonan Kotagede Yogyakarta. Meliputi Desa Jagalan, Singosaren, Bawuran, Wonolelo, Segarayasa, Jatimulyo, dan Terong.
Sedangkan Imogiri Surakarta memiliki sembilan desa, meliputi Desa Imogiri, Karangtalun, Karangtengah, Kebon Agung, Girirejo, Mangunan, Muntuk, Dlingo, dan Temuwuh. Makam Raja-raja Mataram dan Masjid Kotagede di Jagalan serta Makam Imogiri di Girirejo masuk dalam enclave Kotagede Surakarta dan Imogiri Surakarta
- Tanggal 15 Januari 1958
Setelah kemerdekaan Indonesia, dibentuklah Daerah Istimewa Yogyakarta melalui Undang-undang Nomor 3 Tahun 1950 yang menyebutkan daerah yang meliputi Kesultanan Yogyakarta dan Paku Alaman ditetapkan sebagai Daerah Istimewa Yogyakarta.
Meski lahir UU Pembentukan DIY, wilayah Enclave Kotagede dan Imogiri Kasunanan serta Ngawen Mangkunegaran belum masuk wilayah DIY. Akibatnya muncul persoalan dalam pemerintahan.
Penyelesaiannya melalui Undang-Undang Darurat Nomor 5 Tahun 1957 tentang Pengubahan Kedudukan Wilayah Daerah-daerah Enclave Imogiri, Kotagede, dan Ngawen. Khusus untuk Ngawen merupakan wilayah Kadipaten Mangkunegaran yang juga berada di Surakarta. Sejak saat itu, tiga daerah enclave itu bergabung dengan wilayah DIY.
Menindaklanjuti amanat UU Darurat Nomor 5 Tahun 1957 itu kemudian dibentuk Perda DIY Nomor 1 Tahun 1958 tentang Perubahan Batas dan Nama Kapanewon-Kapanewon Imogiri, Gonduwulung dan Kotagede dalam Kabupaten Bantul.
Perda DIY Nomor 1 Tahun 1958 ditetapkan pada 15 Januari 1958 telah mengubah dari lima kapanewon yakni Imogiri (Yogyakarta), Imogiri (Surakarta), Kotagede (Surakarta), Kotagede (Yogyakarta) dan Gondowulung menjadi empat kapanewon.
Tujuh desa enclave Kotagede Surakarta masuk di tiga kecamatan di Kabupaten Bantul, , meliputi Jagalan dan Singosaren di Kecamatan Banguntapan; Bawuran, Wonolelo, Segarayasa di Kecamatan Pleret, serta Jatimulyo dan Terong di Kecamatan Dlingo.
Sedangkan sembilan desa enclave Imogiri Surakarta masuk di dua kecamatan di Bantul. Meliputi Desa Imogiri, Karangtalun, Karangengah, Kebonagung, dan Girirejo di Kecamatan Imogiri; Mangunan, Muntuk, Dlingo, dan Temuwuh di Kecamatan Dlingo.
Meski wilayah Enclave Kotagede dan Imogiri dan Ngawen masuk DIY, dalam berita acara timbang terima atau serah terima disepakati urusan pemerintahan mengikuti aturan pemerintahan di DIY. Sedangkan menyangkut urusan agraria (pertanahan) desa-desa enclave mengikuti aturan yang semula berlaku di Kasunanan dan Mangkunegaran. Ini sesuai dengan bunyi risalah timbang terima yang ditandatangani KRT Wirobumi pada 1953.
Berdasarkan sejarah tersebut ditetapkan pada tanggal 7 Juli 1659 sebagai hari jadi segoroyoso, sedangkan Pemerintah Kalurahan Segoroyoso sendiri baru berdiri pada tahun 1921.
Adapun Desa Segoroyoso dibagi menjadi 9 (Sembilan) dusun, yaitu :
- Dusun Srumbung (Agus Susilo)
- Dusun Jembangan (Jumari)
- Dusun Kloron (Supar Jumedi)
- Dusun Segoroyoso I (Slamet Raharjo)
- Dusun Segoroyoso II (Suroso)
- Dusun Trukan (Sumarwan)
- Dusun Dahromo I (Marhadi)
- Dusun Dahromo II (Muhammad Bangun)
- Dusun Karanggayam (Muhammad Syamsudin)
Berikut adalah Kepala Kalurahan Segoroyoso dari awal berdirinya Kalurahan Segoroyoso sampai saat ini :
No | Nama | Masa Jabatan | Keterangan |
1. | Karyo Utomo | Periode tahun 1921 s/d 1924 | Lurah Pertama |
2. | Dipo Semito | Periode tahun 1925 s/d 1935 | Lurah Kedua |
3. | R. Wiro Anjogo | Periode tahun 1935 s/d 1945 | Lurah Ketiga |
4. | Gardo Utomo | Periode tahun 1946 s/d 1965 | Lurah Keempat |
5. | Pawiro Sugito | Periode tahun 1966 s/d 1982 | Lurah Kelima |
6. | Surip Raharjo | Periode tahun 1983 s/d 1994 | Lurah Keenam |
7. | Sunardiyono | Periode tahun 1995 s/d 1996 | PJ Lurah |
8. | Samsudin | Periode tahun 1996 s/d 2004 | Lurah Ketujuh |
9. | H. Sarjono Winoto | Periode tahun 2005 s/d 2008 | PJ Lurah |
10. | Miyadiana | Periode tahun 2008 s/d 2014 | Lurah Kedelapan |
11. | Miyadiana | Periode tahun 2014 s/d 2020 | Lurah Kesembilan |
12. | Sadimin | Periode tahun 2020 s/d 2021 | PJ Lurah |
13. | Miyadiana | Periode tahun 2021 s/d 2028 | Lurah Kesepuluh |
Menurut data dari BPS tahun 2023, Kalurahan Segoroyoso memiliki wilayah seluas 4,87 km2, yang merupakan 21,20% dari keseluruhan wilayah Kapanewon Pleret. Sehingga merupakan kalurahan terluas kedua setelah Kalurahan Bawuran 4,97 km2. Data Monografi Kalurahan Segoroyoso (Agregat Semester 2 Disdukcapil Bantul Tahun 2024) Penduduk Laki-laki sejumlah 4.686 dan Perempuan Sejumlah 4.635. Rata-rata Mata Pencaharian Warga Kalurahan Segoroyoso adalah Petani/Pekebun karena demografi nya berupa Dataran Rendah.
Batas - Batas Kalurahan Segoroyoso :
Arah | Perbatasan |
Timur | Bawuran |
Selatan | Wukirsari (Imogiri) |
Barat | Pleret dan Trimulyo (Jetis) |
Utara | Bawuran |
Penulis : Kusno Setiyo Utomo, S.Sos, SH, MAP, MH
Kirim Komentar
Komentar baru terbit setelah disetujui Admin